Apapun perkaranya
semua akan bernilai bagaimana dengan niatnya, seperti pada saat berpergian kita
niatkan safar untuk ibadah mangharap ridlo dari Allah SWT dan pada saat itu
pula meski dalam perjalanan kita tidak dzikir atau malah melakukan rasan-rasan (gosip) tapi dalam perjalanan
kita sudah mendapat point perjalanan yang terkandung ibadah. Berbeda ketika
dalam perjalanan tidak niat untuk ibadah, namun dalam perjalanan bibir kita tidak
berhenti-hentinya untuk dzikir hal tersebut tak ubahnya kita tetap melakukan
dzikir pada biasanya namun tempatnya saja yang berbeda. Pada saat niat tersebut
terpenuhi dengan sempurna maka perkara tersebut terkandung maksud menjadi nilai
ibadah, seperti ketika kita sholat ,menyapa orang, sholawat dan lain-lainnya.
Lebih dikrucutkan
lagi kepada bab ibadah, ketika ibadah dilihat dari segi jenisnya terbagi
menjadi dua, pertama ta’abbudi (ibadah yang tidak ada alasannya kenapa
dilakukan, seperti shalat maghrib dikerjakan hanya dengan tiga raka’at) dan
yang kedua ta’aquli (ibadah yang ada sebab dan alasannya, seperti membersihkan
anggota badan dari najis karena penyucian anggota badan guna sebelum melakukan
shalat). Seperti keterangan yang terdapat dalam kitab Taishir ‘Ilmu Ushul
Al-Fiqh karya Imam Al-Anazi :
التعبد هو ما لا يعقل معناه ولاتدرك علته, وأما
التعقل ما ليس منه
Ta’abud
adalah jenis ibadah yang tidak ada sebab dan alasannya, sedangkan Ta’aqul ibadah
yang ada sebab dan alasannya.
Kedua dari jenis ibadah tersebut harus dikerjakan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syara’, seperti menjalankan
sholat dzuhur empat raka’at , maka seseorang tidak boleh menjalankannya menjadi
tiga atau dilebihkan menjadi lima raka’at. Dikarenakan empat raka’at sholat
dzuhur sudah ketentuan ketetapan dari Allah SWT dan tidak perlu ada pertanyaan
kenapa dikerjakan menjadi empat raka’at. Berbeda pula ketika kita membaca atau yang sedang menghafal Al-Qur'an, dikarenakan ibadah tersebut masuk pada kerangka ibadah jenis taaquli yang sebab dan alasannya.
Terkadang kita dapati seseorang mencari sebab atau
alasan kenpa ibadah tersebut dikerjakan demikian. Lalu berdalih selama belum
menemukan sebab atau alasan dia tidak akan mengerjakan ibadah tersebut, hal ini
tidak diperbolehkan. Karena jenis ibadah yang ta’abudi memang tidak memberi
ruang gerak untuk mencari kenapa dan mengapa, tetapi dikerjakan saja
sebagaimana yang telah diperintahkanNya.
Demikianlan ketentuan dua jenis ibadah yang mempunyai
dua pengertian berbeda, namun harus dikerjakan semua sesuai tempat serta
takarannya. Jika seseorang belum mengatahui kenapa shalat shubuh dikerjakan dua
raka’at, kenapa shalat maghrib tiga raka’at. Maka dikembalikan pada asalnya
bahwa shalat shubuh, shalat maghrib dan sholat ashar adalah wajib hukumnya dan
tidak ada dalih untuk tidak mengerjakan hanya belum mengetahui alasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar